Biaya Pendidikan, Penyebab Utama Anak Putus Sekolah

Mendapatkan pendidikan adalah hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sayangnya, tidak semua orang Indonesia memiliki akses ke layanan pendidikan yang layak.

Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Pasal 31 UUD 1945 tentang pendidikan mengatur sejumlah ketentuan berikut:

  1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
  2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
  3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang
  4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan negara dan daerah
  5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Sayangnya, tidak semua orang Indonesia memiliki akses ke layanan pendidikan yang layak, Selah satu hambatannya adalah biaya pendidikan yang tidak murah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk tahun ajaran 2020/2021, rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk menempuh pendidikan sebesar Rp3,24 juta untuk Sekolah Dasar (SD), Rp5,59 juta untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Rp7,8 juta untuk Sekolah Menengah Atas (SMA).

Di tingkat Perguruan Tinggi, angkanya mencapai Rp14,47 juta. Nilainya hampir dua kali lipat dibanding biaya sekolah tingkat SMA.

Tidak heran jika tingkat penyelesaian pendidikan berbanding terbalik dengan biayanya. Menurut BPS, tingkat penyelesaian pendidikan jenjang SD mencapai 97,37%.

Di tingkat SMP, tingkat penyelesaian pendidikan turun menjadi sebesar 88,88%. Tingkat penyelesaian pendidikan di jenjang SMA hanya 65,94%.

BPS mencatat rata-rata biaya pendidikan yang dikeluarkan siswa di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan untuk semua jenjang pendidikan. Rata-rata biaya pendidikan yang harus dikeluarkan siswa di sekolah swasta jauh lebih tinggi dibandingkan sekolah negeri.

Di masa pandemi Covid-19, saat roda perekonomian tersendat, penyebab utama pelajar Indonesia putus sekolah adalah kesulitan membayar SPP. Berdasarkan data yang dihimpun Katadata, 74% anak usia 7-18 tahun terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena tidak ada biaya.

Anak yang mengaku berhenti sekolah karena merasa sudah cukup dengan pendidikan yang diterima, porsinya hanya 2%. Sebanyak 2% keluar dari sekolah karena sudah bekerja. Sementara 12% lainnya mengaku tidak ada keinginan melanjutkan sekolah.

Tunggakan SPP

Selain turunnya tingkat penyelesaian pendidikan, semakin mahalnya biaya pendidikan juga menyebabkan banyaknya siswa yang menunggak Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Akibat menunggak SPP, ada siswa yang tidak bisa mengikuti ujian. Ada juga yang sudah lulus namun ijasahnya ditahan oleh pihak sekolah.

Tidak ada data yang menyebutkan berapa banyak siswa yang menunggak SPP dan berapa nilai totalnya. Yang jelas, fenomena ini ibarat bola salju yang bisa bergulir semakin besar jika tidak ditangani secara serius.

Siswa terancam tidak bisa menyelesaikan pendidikannya atau tidak mendapatkan ijasah jika menunggak SPP. Di sisi lain, operasional sekolah terutama sekolah swasta, bisa terganggu jika nilai tunggakan semakin besar.

Sisi Baik Project berusaha menawarkan solusi untuk membantu siswa yang menunggak SPP dengan menggulirkan program Patungan SPP. Melalui program ini, Sisi Baik Project menggugah orang-orang baik untuk bersama-sama membantu membayar tunggakan SPP.

Program Utama

Sementara itu, Sisi Baik Project juga segera menggulirkan program Indonesia Bisa Membaca dan Kampus Darurat.

Program ini merupakan lahirnya kembali kegiatan dari LSM Edukasi Dasar, dimana LSM Edukasi Dasar sejak tahun 1993 yang didirikan oleh Ibu Tien Suryantini menawarkan sekolah gratis untuk anak-anak usia TK-SD yang belum memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan awal. Namun harus tutup karena Covid dan telah menuanya Ibu Tien sebagai pengajar tetap satu-satunya.

Indonesia Bisa Membaca kali ini  akan memberdayakan orang tua atau Ibu di sekitar wilayah untuk juga menjadi pengajar tetap anak-anak di lingkungannya. Dengan Indonesia Bisa Membaca, kami ingin membuka pintu kesempatan bagi setiap anak dan keluarga untuk memutus rantai buta huruf di keluarga yang memiliki keterbatasan pendidikan.

Program Kampus Darurat oleh Sisi Baik adalah solusi bagi teman-teman lulusan SMA atau SMK tapi kesulitan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Sisi Baik menciptakan program pelatihan intensif di bidang media dan konten yang bisa meningkatkan peluang kamu di dunia kerja. Dengan bantuan ahli dan dukungan emosional, kami siap membantu dan membuka pintu masa depan yang sebelumnya terhambat.

Sisi Baik Project berharap gerakan yang dilakukan melalui program-programnya dapat memberi andil dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

 

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *